M4M4T.COM, Jakarta – Pengamat Kebijakan Publik GMT Institute, Agustinus Tamtama Putera menilai, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono berhasil menghadirkan solusi berkeadilan atau win-win solution dalam menghadapi keadaan yang menyangkut hajat hidup masyarakat Jakarta.
Pria yang akrab disapa Tamtam ini menuturkan, sejumlah langkah yang di ambil Heru Budi, seperti penyelesaian masalah eks warga Kampung Susun Bayam (KSB), atau yang terbaru yaitu ganti untung bagi warga terdampak normalisasi kali Ciliwung.
Selain itu, kata Tamtam, solusi berkeadilan juga disiapkan pada kebutuhan primer masyarakat Jakarta, seperti program sembako murah, pemerataan layanan air bersih, penyediaan hunian terjangkau bagi warga berpenghasilan rendah, dan sebagainya.
“Pada prinsipnya ada win-win solution yang ditawarkan Heru di setiap problem. Tentu yang terbaik bagi warga dan meminimalisir persoalan baru di kemudian hari. Contoh di Kampung Susun Bayam, solusi terbaik ya pindah ke lokasi yang sudah disiapkan, yang tidak ada problem lagi di kemudian hari,” ujar Tamtam dalam keterangannya, Selasa (21/5/2024).
“Atau kemarin, bagaimana warga terdampak normalisasi kali Ciliwung bisa punya rumah lagi sebagai gantinya. Bahkan di kebutuhan primer pun cukup berkeadilan. sembako murah buat memenuhi kebutuhan pangan, hunian terjangkau untuk bidang papan dan sebagainya,” sambungnya.
Lebih lanjut, Tamtam mengatakan bahwa Heru Budi banyak mengambil kebijakan yang fundamental untuk kebaikan masyarakat, meskipun kebijakan tersebut tidak populis, alias tidak menguntungkan secara politik. Padahal, kata Tamtam, kebanyakan kepala daerah memilih mengambil kebijakan populis, walaupun tidak strategis.
“Karena, pertama memang tidak terlalu memperhatikan aspek politis, yang penting hak mendasar warga bisa terjamin. Ibarat minum obat, kebijakan seperti ini memang dampaknya tidak langsung, baru kemudian dirasakan manfaatnya nanti. Tapi kalau bicara kebijakan untuk kepentingan politis, kan yang penting secara kasat mata kelihatan memihak, tapi nyatanya ada problem lagi di depannya,” kata Tamtam.
Tamtam mencontohkan kebijakan fundamental yang tidak populis misalnya penertiban Nomor Induk Keluarga (NIK). Tamtam menyampaikan, data kependudukan merupakan hal mendasar yang kerap dipandang sebelah mata. Data NIK, lanjutnya, sejatinya merupakan syarat utama mewujudkan pemerataan dan keadilan.
“Misalnya problem bansos yang tidak tepat sasaran karena ketidak sesuaian data kependudukan, pelayanan masyarakat yang tidak efektif karena terkendala NIK yang orangnya sudah tidak ada dan lain sebagainya. Ini pro kontra dan ada plus minusnya kah? pasti ada. Tetapi kalau ngga di tertibkan dari sekarang, kapan lagi perbaikan itu bisa dimulai,” tegasnya.
Tamtam juga mengaskan, Jakarta hari ini sedang membutuhkan figur pemimpin yang memahami pembangunan berkelanjutan, juga mengerti bagaimana birokrasi bekerja dengan baik. Disamping itu, katanya, Jakarta hari ini memerlukan sosok tegas yang tetap humble dan bersahabat.
“Jakarta ke depan perlu seorang teknokrat, birokrat, bersikap tegas namun bisa bersahabat dengan semua kalangan masyarakat. Jakarta sedang transisi menuju kota Global, maka penting berbicara soal pembangunan berkelanjutan,” pungkasnya.
Wartawan: Dudung